Ada Apa di Balik Perjanjian Perbatasan Kalimantan Barat dan Kepulauan Riau Tahun 2014?

Analisis Tengku Mulia Dilaga Turiman Fachturahman Nur Menteri Dalam Negeri Kesultanan Kadriah Pontianak dan Tim Pakar IKAL Kalimantan Barat

Analisis hukum dan administratif terhadap Berita Acara Rapat Penyelesaian Batas Daerah Provinsi Kalimantan Barat dan Provinsi Kepulauan Riau tanggal 11 Juli 2014:

1.Kedudukan Hukum Dokumen
Berita acara ini berstatus sebagai dokumen administratif resmi yang merekam hasil kesepakatan teknis antar provinsi dalam rangka penegasan batas wilayah awal sesuai dengan: Permendagri Nomor 141 Tahun 2017 tentang Penegasan Batas Daerah (pengganti Kepmendagri No. 1 Tahun 2006), Pasal 18B UUD 1945, yang mengakui dan menghormati satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus/asli, serta bagian dari pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

2. Hasil Penegasan Wilayah

  1. Penetapan Pulau Pengeke (Pengeke Besar & Pengeke Kecil) Ditetapkan sebagai wilayah Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau, berdasarkan hasil verifikasi penamaan pulau tahun 2007 dan 2008. Ini merujuk pada data toponimi dari Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi (Bahasa & BIG), serta data baseline yang disusun oleh Dishidros TNI AL dan Badan Informasi Geospasial. Catatan: Jika wilayah ini secara historis/administratif pernah diklaim Kalimantan Barat atau Kabupaten Mempawah, maka ada ruang sengketa administratif yang bisa diajukan melalui: Rekomendasi Pusat Pemetaan Batas Wilayah BIG, dan Penyelesaian oleh Direktorat Toponimi dan Batas Daerah, Kemendagri. Penegasan Batas Laut
  2. Belum final. Baru disepakati bahwa Menteri Dalam Negeri akan menetapkan batas wilayah laut menggunakan metode kartometrik, yaitu metode pengukuran spasial berdasarkan koordinat peta digital (SIG/Geospasial).

Implikasi: Belum ada putusan final yang mengikat yuridis sampai Keputusan Menteri Dalam Negeri diterbitkan (biasanya berupa Permendagri Penetapan Batas Laut).

Wilayah laut sering tumpang tindih dengan klaim konservasi, hak pengelolaan pesisir, atau potensi konflik sumber daya (ikan, migas).

3. Legalitas Proses dan Kelembagaan

Penandatangan adalah pejabat tinggi struktural dari Setda masing-masing provinsi, artinya memiliki otoritas administratif sah. Rapat ini dilakukan sesuai mekanisme penegasan batas daerah lintas provinsi, sehingga bisa dijadikan dasar oleh: Kemendagri (Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan), BIG, dan Pemkab terkait (Mempawah, Bintan, dll).

4. Risiko Hukum dan Potensi Sengketa

Jika masyarakat di Kalimantan Barat mengklaim pulau tersebut secara historis, bisa terjadi sengketa batas berdasar: Bukti sejarah (peta kolonial, dokumen Kesultanan), Surat keputusan lama (misal SK Gubernur Kalbar, arsip pemerintah Hindia Belanda), Kesaksian masyarakat hukum adat. Maka, uji validasi batas wilayah bisa diajukan ulang melalui: Gugatan ke PTUN, atau Rekonsiliasi antar provinsi di bawah fasilitasi Kemendagri.

5. Kesimpulan dan Rekomendasi

Kesimpulan: Dokumen ini sah sebagai bukti kesepakatan administratif awal, namun belum final secara hukum tanpa adanya penetapan resmi batas laut oleh Kemendagri. Penetapan pulau Pengeke kepada Kabupaten Bintan memiliki dasar verifikasi nama pulau (toponimi) tahun 2007–2008, namun bukan berarti menghilangkan hak gugatan sejarah atau adat oleh Kalbar.

Rekomendasi:

  1. Pemerintah Provinsi Kalbar dan Kabupaten Mempawah perlu meninjau ulang: Dokumen historis dan kolonial, Bukti pengelolaan atau klaim sebelumnya atas pulau tersebut.
  2. Fasilitasi negosiasi ulang atau mediasi oleh Kemendagri jika ada keberatan, sebelum penetapan batas laut secara resmi.
  3. Konsolidasi data geospasial dan toponimi agar tidak terjadi sengketa lanjutan terkait pulau-pulau kecil di wilayah perbatasan.
Related posts