Liputan Aktual.id, Ketapang, Kuasa Hukum Aping dan Kawan Kawan HERU RIYADI, S.H., M.H. dan TOHADI, S.H., M.Si. bertindak selaku kuasa hukum dari: APING dan kawan kawan didakwa berdasarkan. Surat Dakwaan No. Reg. Perkara : PDM- 146/O.1.13/Eku.2/06/202 yang ditandatangani oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Ketapang JUNIOR WILLEM JOHN LATUMETEN, S. H. tanggal 18 Juni 2025 yang disidangkan dengan Perkara Nomor 390/Pid.Sus/2025/PN Ktp di Pengadilan Negeri Ketapang.
EKSEPSI terhadap SURAT DAKWAAN No. Reg. Perkara : PDM- 146/O.1.13/Eku.2/06/202 yang ditandatangani oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Ketapang JUNIOR WILLEM JOHN LATUMETEN, S. H. tanggal 18 Juni 2025 yang disidangkan dengan Perkara Nomor 390/Pid.Sus/2025/PN Ktp di Pengadilan Negeri Ketapang tersebut.
Wawancara Khusus Liputan Aktual.id, kepada Kuasa Hukum terdakwa, Eksepsi terhadap surat dakwaan jaksa penuntut Umum di depan majelis Hakim Pengadilan Negeri Ketapang sebagai berikut:
- Bahwa dugaan tindak pidana yang didakwakan kepada klien kami, Para Terdakwa tidaklah sesuatu yang berdiri sendiri. Akan tetapi diawali oleh adanya ketidakadilan yang dilakukan oleh PT Harapan Hibrida Kalbar kepada warga masyarakat. Namun demikian, upaya warga masyarakat untuk menuntut hak hukum dan keadilan mereka tersumbat dan belum menemukan jalan keluar sesuai ketentuan hukum yang berlaku;
- Pada kurun waktu antara tahun 2004-2006 warga masyarakat adat Desa Batu Sedau, Desa Seguling, Desa Suak Burung, dan Desa Manis Mata Kecamatan Manis Mata Kabupaten Ketapang menyerahkan lahannya berupa tanah adat mereka melalui Koperasi Perkebunan Kusuma Sawit Mandiri kepada PT Harapan Hibrida Kalbar (PT HHK) – yang kemudian menjadi PT Harapan Hibrida Kalbar-Timur/ Lipat Gunting Estate/ Union Sampoerna Triputra Persada (PT HHK-T/LGE/USTP — dalam kerjasama KKPA (Kredit Koperasi Primer Anggota) Tahap 3;
- Pada kenyataannya, sampai pada tahun 2009 tidak ada realisasi perjanjian kerjasama antara warga masyarakat melalui Koperasi Perkebunan Kusuma Sawit Mandiri dengan PT HHK meskipun sudah dimediasi oleh Bupati Ketapang;
- Kemudian pada tanggal 23 April 2013 masyarakat adat Desa Batu Sedau juga mengirimkan surat permohonan audiensi kepada ketua DPRD Ketapang untuk mengadukan permasalahan tersebut;
- Selanjutnya, pada tanggal 29 Oktober 2014 diadakan Perjanjian Kerjasama Pembangunan, Pengelolaan dan Perawatan Kebun Kelapa Sawit Kemitraan Antara PT Harapan Hibrida Kalbar dengan Koperasi Perkebunan Lipat Gunting Persada, Desa Batu Sedau, dan Desa Manis Mata Nomor 013/DL&CD-USTP/HHK/X/2014. Kerjasama pola kemitraan ini sebagai pengganti dari Kerjasama KKPA Tahap 3 yang tidak terlaksana;
- Namun demikian, dalam kenyataannya kerjasama ini pun menimbulkan masaalah karena terhadap warga masyarakat yang menolak mengikuti kerjasama pola kemitraan ini, tanah mereka yang sebelumnya telah diserahkan kepada PT HHK tak kunjung dikembalikan kepada warga masyarakat;
- Masalah antara warga masyarakat adat Desa Batu Sedau, Desa Seguling, Desa Suak Burung, dan Desa Manis Mata Kecamatan Manis Mata Kabupaten Ketapang dengan PT HHK ini bahkan difasilitasi penyelesaiannya dan dimediasi oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesaia (Komnas HAM) dan Ombudsman Republik Indonesia (Ombudsman RI);
- Pada tanggal 14 Januari 2015 Komnas HAM RI melalui suratnya Nomor: 0.287/K/PMT/I/2015 Perihal: Rekomendasi penanganan dugaan pelanggaran HAM dalam kasus perkebunan sawit PT Harapan Hibrida Kalbar di Kabupaten Ketapang; Dalam surat tersebut Komnas HAM menyampaikan kesimpulan antara lain, patut diduga telah terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia khususnya hak atas tanah dan hak atas keadilan. Perusahaan diduga telah membangun kebun sawit di atas lahan milik warga dengan janji akan melaksanakan Program KKPA III, namun hak-hak pemilik lahan tidak diberikan atau dipenuhi. Dalam surat Komnas HAM ini, merujuk verifikasi dari pemerintah Kabupaten Ketapang, lahan milik warga seluas sekitar 1.434 Ha (seribu empat ratus tiga puluh empat hektar) belum diberikan ganti rugi oleh perusahaan;
- Komnas HAM RI pada tanggal 14 Januari 2015 mengirimkan Surat Nomor: 0.288/K/PMT/I/2015 Perihal: Rekomendasi penanganan dugaan pelanggaran HAM dalam kasus perkebunan sawit PT Harapan Hibrida Kalbar di Kabupaten Ketapang, ditujukan kepada Dirut PT Harapan Hibrida Kalbar. Komnas HAM antara lain menyampaikan rekomendasi pertama, agar menyelesaikan hak-hak masyarakat Desa Batu Sedau, Desa Seguling, dan Desa Suak Burung, dan lain-lain, yang sudah menyerahkan lahan ke perusahaan untuk KKPA II dan KKPA III, namun belum diberikan hak-haknya; Berdasarkan rekomendasi ini terbukti bahwa ada penyerahan tanah dari masyarakat kepada PT HHK, akan tetapi hak-hak masyarakat belum diberikan; Rekomendasi berikutnya yang penting adalah agar PT HHK segera memenuhi hak-hak warga masyarakat yang lahannya terbukti dan terverifikasi telah diserahkan ke PT HHK. Sedangkan bagi warga yang terbukti dan terverifikasi telah menyerahkan lahannya untuk program KKPA namun berkeinginan untuk membatalkannya, PT HHK harus menghormatinya dengan menyerahkan kembali lahan tersebut ke pemiliknya dengan memperhitungkan kompensasi atas lahan sejak dikuasai oleh PT HHK;
- Pada tanggal 28 April 2015 Ombudsman RI melalui Surat Nomor: 379/ORI-SRT/IV/2015 Perihal: Undangan Pertemuan Mediasi Penyelesaian Masalah antar warga masyarakat dengan perusahaan perkebunan sawit PT Harapan Hibrida Kalimantan Barat Timur, yang ditujukan kepada Bupati Ketapang dan pihak terkait. Ombudsman RI mengundang Bupati Ketapang, Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Ketapang, Kapolres Ketapang, Kepala Cabang Bank Mandiri Pontianak, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Ketapang, Direktur PT Harapan Hibrida Kalimantan Barat-Timur, Camat Manis Mata, dan Padma Indonesia untuk menghadiri pertemuan mediasi yang dilaksanakan pada Kamis 7 Mei 2015 di ruang meeting Aston Ketapang City Hotel. Hasil Mediasi antara lain menyatakan menindaklanjuti penyelesaian masalah, perusahaan akan melakukan negosiasi secara perorangan atau secara kolektif dengan masyarakat yang belum memperoleh ganti rugi. Artinya dari poin pokok hasil rapat tersebut pihak perusahaan (PT HHK) mengakui secara tegas belum menyelesaiakan masalah tanah warga masyarakat dan belum memberikan ganti kerugian terhadap tanah masyarakat yang telah diserahkan kepada PT HHK;
- Pada tanggal 23 Februari 2025 di Gedung Ratu Elok Kecamatan Manis Mata diadakan Rapat Mediasi yang dihadiri oleh Sekretaris Camat Manis Mata, Kapolsek Manis Mata, perwakilan masyarakat Dusun Labu Desa Seguling Kecamatan Manis Mata, dan perwakilan PT HHK membahas adanya tuntutan dan klaim lahan di PT HHK yang berada di luar HGU, di luar Kadasteral namun masuk di dalam izin lokasi yang berstatus HP (Hutan Produksi). Rapat Mediasi menghasilkan, antara lain, Pihak PT HHK mengakui adanya lahan yang berada di luar HGU (Hak Guna Usaha), di luar Kadasteral namun masuk dalam izin lokasi yang awalnya APL (Area Penggunaan Lain) namun berubah menjadi Kawasan Hutan (HP/Hutan Produksi);
- Pada tanggal 21 Februari 2025 keluar Surat dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan Wilayah III Pontianak Nomor: S.86/BPKHT.III/PPKH/PLA.1/2/2025 Hal: Telaah Teknis Fungsi Kawasan Hutan a.n. Pemerintah Desa Seguling Kecamatan Manis Mata Kabupaten Ketapang Provinsi Kalimantan Barat. Surat tersebut sebagai jawaban atas Surat Kepala Desa Seguling Nomor: 140/04/SPT/PEM-SGLNG/I/2025 tanggal 01 Januari 2025 Perihal: Permohonan Status Fungsi Kawasan Hutan. Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan Wilayah III Pontianak menyampaikan hasil telaahan teknis terhadap sebagian Titik Koordinat Pemerintah Desa Seguling dimana dijelaskan: ada titik koordinat masuk Desa Suak Burung Kecamatan Manis Mata Kabupaten Ketapang terdapat fungsi Hutan Produksi (HP); ada titik koordinat masuk Desa Batu Sedau Kecamatan Manis Mata Kabupaten Ketapang terdapat fungsi Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK); ada titik koordinat masuk Desa Seguling Kecamatan Manis Mata Kabupaten Ketapang terdapat fungsi APL (Area Penggunaan Lain), dan ada titik koordinat masuk Desa Manis Mata Kecamatan Manis Mata Kabupaten Ketapang terdapat fungsi APL (Area Penggunaan Lain);
- Pada tanggal 3 Maret 2025 warga masyarakat adat Desa Seguling dan Desa Batu Sedau Kecamatan Manis Mata Kabupaten Ketapang menyampaikan laporan pengaduan kepada Kejaksaan Agung RI, Kementerian Kehutanan RI, Kementerian ATR/BPN RI, Kanwil ATR/BPN Provinsi Kalimantan Barat, Balai Pemantauan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan Wilayah III Pontianak, Kepolisian Daerah Provinsi Kalimantan Barat, Kejaksaan Negeri Kabupaten Ketapang, Kantor ATR/BPN Kabupaten Ketapang, dan Kepolisian Resor Kabupaten Ketapang. Mereka mengadukan adanya lahan perkebunan sawit yang dikelola PT Harapan Hibrida Kalbar tidak sesuai dan tata cara pengelolaan perkebunan sawit dan meminta agar dapat dikembalikan kepada masyarakat adat setempat;
- Selanjutnya, pada tanggal 7 Maret 2025 warga masyarakat adat Desa Seguling dan Desa Batu Sedau Kecamatan Manis Mata Kabupaten Ketapang Kembali menyampaikan laporan pengaduan kepada Kejaksaan Agung RI, Komisi Pemberantasaan Korupsi, Kementerian Kehutanan RI, Kementerian ATR/BPN RI, Kanwil ATR/BPN Provinsi Kalimantan Barat, Balai Pemantauan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan Wilayah III Pontianak, Kepolisian Daerah Provinsi Kalimantan Barat, Kejaksaan Negeri Kabupaten Ketapang, Kantor ATR/BPN Kabupaten Ketapang, dan Kepolisian Resor Kabupaten Ketapang. Seperti surat sebelumnya, mereka mengadukan adanya lahan perkebunan sawit yang dikelola PT Harapan Hibrida Kalbar tidak sesuai dan tata cara pengelolaan perkebunan sawit dan meminta agar dapat dikembalikan kepada masyarakat adat setempat;
- Pada tanggal 5 April 2025, masyarakat Adat Desa Seguling dan Desa Batu Leman Kecamatan Manis Mata Kabupaten Ketapang menyampaikan surat Pemberitahuan Orasi Panen kepada Kepala Kepolisian Sektor Kecamatan Manis Mata Kabuapten Ketapang Kalimantan Barat. Pada pokok surat tersebut menyampaikan bahwa kelompok masyarakat Adat Desa Seguling dan Desa Batu Leman akan melakukan Orasi Panen Perkebunan Kelapa Sawit yang berada di Desa Seguling dan Desa Batu Leman Kecamatan Manismata Kabupaten Kepatang pada tanggal 14 (empat belas) April Tahun 2025. Surat itu tembuskan kepada: 1. Presiden Republik Indonesia; 2. Kejaksaan Agung Republik Indonesia; 3. Komisi Pemberantasan Korupsi; 4. Kepolisian Republik Indonesia; 5. Kementrian Kehutanan Republik Indonesia; 6. Kementrian ATR/BPN Republik Indonesia; 7. Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat; 8. Kantor Wilayah ATR/BPN Provinsi Kalimantan Barat; 9. Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan Wilayah III; 10. Kepolisian Daerah Provinsi Kalimantan Barat; 11. Komando Daerah Distrik Militer Kabupaten Ketapang; 12. Kejaksaan Negeri Kabupaten Ketapang; dan 13. Kantor ATR/BPN Kabupaten Ketapang;
- Sebelum tanggal 10 April 2025 dimana waktu terjadinya dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Para Terdakwa sebagaimana Surat Dakwaan JPU sebagaimana tersebut diatas, telah terjadi penyitaan lahan perkebunan sawit yang dimiliki atau dikuasai oleh PT HHK oleh Satuan Gugus Tugas Penertiban Kawasan Hutan (SATGAS PHK);
- Namun demikian, warga masyarakat menyaksikan kendati telah disita oleh SATGAS PHK, PT HHK masih memanen buah sawit di lokasi yang telah disita tersebut;
- Kemudian warga masyarakat melakukan protes dengan cara melakukan Orasi Panen Perkebunan Kelapa Sawit memprotes panen buah sawit yang dilakukan oleh PT HHK tersebut di lokasi dimana PT HHK masih memanen buah sawit pasca adanya penyitaan oleh SATGAS PHK;
- Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka sangatlah terang benderang betapa kasus dugaan tindak pidana yang didakwakan oleh JPU kepada klien kami, Para Terdakwa harus dilihat dalam satu kesatuan benang merah sebab akibat dari adanya hak dan kewajiban antara PT HHK dengan warga masyarakat yang hingga sidang ini digelar belum kunjung terselesaikan dengan baik;
- Ada ketidakadilan hukum dan ekonomis yang dipikul warga masyarakat sebagai akibat kerjasama dengan PT HHK yang sangat tidak adil
PENGADILAN NEGERI KETAPANG TIDAK BERWENANG MEMERIKSA, MENGADILI, DAN MEMUTUS DUGAAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH APING ALS APING ANAK LAKI-LAKI DARI MOTOR (ALM) DKK
- Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Ketapang (selanjutnya disebut JPU) dalam Surat Dakwaan No. Reg. Perkara : PDM- 146/O.1.13/Eku.2/06/202 yang ditandatangani oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Ketapang JUNIOR WILLEM JOHN LATUMETEN, S. H. tanggal 18 Juni 2025 (selanjutnya disebut Surat Dakwaan) mendakwa Para Terdakwa dalam Dakwaan Kesatu, “… pada hari Kamis tanggal 10 April 2025 sekitar pukul 08.00 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan April tahun 2025 atau setidak-tidaknya pada tahun 2025, bertempat di Blok M.33 dan Blok M.34 PT Harapan Hibrida Kalbar Desa Sedau, Kec. Manis Mata, Kab. Ketapang atau setidak-tidaknya termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Ketapang yang berwenang mengadili, melakukan tindak pidana yang melakukan, yang menyuruh lakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, secara tidak sah memanen dan/atau memungut Hasil Perkebunan”. Selanjutnya JPU mengatakan: “Diketahui bahwa pada hari Kamis tanggal 10 April 2025 sekira pukul 08.00 WIB masyarakat Masyarakat Desa Sedau, dan Masyarakat Dusun Labu, Desa Seguling dengan jumlah kurang lebih 100 (seratus) orang sudah berkumpul di Blok M.33 dan Blok M.34 PT Harapan Hibrida Kalbar Desa Sedau, Kec. Manis Mata, Kab. Ketapang untuk melakukan pemanenan masal dengan membawa alat panen berupa tojok, dodos, serta egrek”;
- Sedangkan dalam Dakwaan Kedua, JPU mendakwa, “… pada hari Kamis tanggal 10 April 2025 sekitar pukul 08.00 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan April tahun 2025 atau setidak-tidaknya pada tahun 2025, bertempat di Blok M.33 dan Blok M.34 PT Harapan Hibrida Kalbar Desa Sedau, Kec. Manis Mata, Kab. Ketapang atau setidak-tidaknya termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Ketapang yang berwenang mengadili, melakukan tindak pidana mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu”. JPU berikutnya menyatakan: “Diketahui bahwa pada hari Kamis tanggal 10 April 2025 sekira pukul 08.00 WIB masyarakat Masyarakat Desa Sedau, dan Masyarakat Dusun Labu, Desa Seguling dengan jumlah kurang lebih 100 (seratus) orang sudah berkumpul di Blok M.33 dan Blok M.34 PT Harapan Hibrida Kalbar Desa Sedau, Kec. Manis Mata, Kab. Ketapang untuk mengambil sawit dengan membawa alat panen berupa tojok, dodos, serta egrek”;
- Berdasarkan alat bukti yang ada bahwa pada sekira pukul 08.00 WIB, klien kami, Para Terdakwa tidak berada di Blok M.33 dan Blok M.34 PT Harapan Hibrida Kalbar Desa Sedau, Kec. Manis Mata, Kab. Ketapang atau setidak-tidaknya termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Ketapang. Pada sekira pukul 08.00 WIB, Para Terdakwa juga tidak membawa alat panen berupa tojok, dodos, serta egrek. Akan tetapi, berada di jalan atau tempat yang termasuk wilayah Jihing Kecamatan Balai Riam Kabupaten Sukamara Kalimantan Tengah;
- Para Terdakwa berada di suatu tempat yang tidak termasuk kedalam daerah hukum Pengadilan Negeri Ketapang, tetapi termasuk kedalam daerah hukum Pengadilan Negeri Pangkalan Bun;
- Berdasarkan Surat Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor 200/KMA/SK/X/2018 tanggal 8 Oktober 2018 tentang Kelas, Tipe, dan Daerah Hukum Pengadilan Tingkat Pertama dan Pengadilan Tingkat Banding Pada Empat Lingkungan Peradilan memutuskan bahwa Daerah Hukum Pengadilan Negeri Pangkalan Bun Kelas IB meliputi Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Sukamara.
- Dengan demikian, menurut hukum acara pidana yang berlaku, Pengadilan Negeri Ketapang tidak berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh klien kami, Para Terdakwa APING dkk.
MAJELIS HAKIM YANG MEMERIKSA, MENGADILI DAN MEMUTUS PERKARA NOMOR 390/PID.SUS/2025/PN KTP TIDAK BERWENANG MEMERIKSA, MENGADILI, DAN MEMUTUS APING DAN KAWAN-KAWAN
- Andi Hamzah mengemukakan bahwa surat dakwaan adalah dasar hakim melakukan pemeriksaan dan hanya dalam batas-batas dalam surat dakwaanlah hakim akan memutuskan (vide: Prof. Dr. jur. Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), hal. 167);
- Berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor SE-004/J.A/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan (selanjutnya disebut: SE Jaksa Agung 004/1993) menyebutkan bahwa fungsi Surat Dakwaan menempati posisi sentral dan strategis dalam pemeriksaan perkara pidana di Pengadilan, karena itu Surat Dakwaan sangat dominan bagi keberhasilan pelaksanaan tugas penuntutan. Surat Dakwaan memiliki 3 (tiga) fungsi bagi hakim, bagi penuntut umum, dan bagi terdakwa: pertama, bagi hakim berfungsi sebagai dasar sekaligus membatasi ruang lingkup pemeriksaan dan menjadi dasar pertimbangan dalam menjatuhkan putusan. Kedua, bagi penuntut umum berfungsi sebagai dasar pembuktian atau analisis yuridis, tuntutan pidana, dan penggunaan upaya hukum. Dan ketiga, bagi terdakwa berfungsi sebagai dasar untuk mempersiapkan pembelaan;
- Merujuk Pasal 197 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut KUHAP), suatu putusan pemidanaan haruslah didasarkan pada dakwaan sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan. Selain itu, menurut Pasal 182 ayat (4) KUHAP, ketika hakim melakukan musyawarah terakhir untuk mengambil keputusan, maka majelis harus didasarkan atas surat dakwaan;
- JPU mendakwakan Para Terdakwa melakukan tindak pidana yang didakwakan secara alternatif kesatu atau kedua yang locus delicti-nya bertempat di Blok M.33 dan Blok M.34 PT Harapan Hibrida Kalbar Desa Sedau, Kec. Manis Mata, Kab. Ketapang;
- Menurut JPU dalam Dakwaan Kesatu, locus delicti atau tempat kejadian perkara dimaksud masuk dalam Hak Guna Usaha PT Harapan Hibrida Kalbar dengan nomor Hak Guna Usaha Nomor Identifikasi Bidang:14070000.2.00032. Sedangkan dalam Dakwaan Kedua dinyatakan Para Terdakwa tidak memiliki lahan disekitar Blok M.33 dan Blok M.34 PT Harapan Hibrida Kalbar Desa Sedau, Kec. Manis Mata, Kab. Ketapang serta tidak memiliki atau menanam serta merawat pohon sawit di blok M.33 dan blok M.34 PT Harapan Hibrida Kalbar Desa Sedau, Kec. Manis Mata, Kab. Ketapang;
- Perlu kami sampaikan dan tegaskan bahwa sebelum waktu kejadian perkara yang didakwakan JPU terjadi pada hari Kamis tanggal 10 April 2025, Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (SATGAS PKH) telah menyita lahan perkebunan sawit yang dimiliki atau dikuasai oleh PT Harapan Hibrida Kalbar. Dalam papan penyitaan yang dipasang SATGAS PKH tercantum dengan jelas, “DILARANG MEMPERJUALBELIKAN DAN MENGUASAI TANPA IZIN SATGAS PENERTIBAN KAWASAN HUTAN”;
- Berdasarkan fakta hukum di atas tidak dapat dibantah dan tidak dapat ditafsirkan lain kecuali bermakna bahwa PT Harapan Hibrida Kalbar DILARANG MENGUASAI lahan perkebunan sawit — yang sebelumnya dimiliki atau dikuasai oleh PT Harapan Hibrida Kalbar ! Karena berdasarkan penyitaan oleh SATGAS PKH tersebut, TERHITUNG sejak terjadi penyitaan, maka lahan perkebunan dimaksud dalam PENGUASAAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA c.q. SATGAS PENERTIBAN KAWASAN HUTAN;
- Merujuk pada ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Peraturan Presiden RI Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan (disebut Perpres PKH) bahwa Penertiban Kawasan Hutan dilakukan terhadap Setiap Orang yang melakukan penguasaan Kawasan Hutan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- Dengan demikian, dengan adanya penyitaan lahan perkebunan sawit diatas oleh SATGAS PKH, maka TELAH MENUNJUKKAN FAKTA HUKUM bahwa PT Harapan Hibrida Kalbar TELAH MELAKUKAN PENGUASAAN KAWASAN HUTAN TIDAK SESUAI DENGAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN!;
- Salah satu bukti yang menunjukkan bahwa PT Harapan Hibrida Kalbar telah melakukan penguasaan kawasan hutan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan adalah merujuk pada Surat Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan Wilayah III Pontianak tanggal 21 Februari 2025 Nomor:S.86/BPKHT.III/PPKH/PLA.1/2/2025 Hal: Telaah Teknis Fungsi Kawasan Hutan a.n. Pemerintah Desa Seguling Kecamatan Manis Mata Kabupaten Ketapang Provinsi Kalimantan Barat. Dalam lampiran surat tersebut diuraikan terdapat titik koordinat lahan perkebunan sawit yang dimiliki atau dikuasi PT HHK: masuk Desa Suak Burung Kecamatan Manis Mata Kabupaten Ketapang terdapat fungsi Hutan Produksi (HP); dan masuk Desa Batu Sedau Kecamatan Manis Mata Kabupaten Ketapang terdapat fungsi Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK);
- Selanjutnya menurut Pasal 3 Perpres PKH menyebutkan: Pasal 3 Penertiban Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan dengan:a. penagihan Denda Administratif; b. Penguasaan Kembali Kawasan Hutan; dan/ atau c. pemulihan aset di Kawasan Hutan.
- Berdasarkan Pasal 3 Perpres PKH ini, juga TIDAK DAPAT DISANGKAL KEBENARANNYA bahwa sejak ada penyitaan oleh SATGAS PKH terhadap lahan perkebunan sawit yang dimiliki atau dikuasai oleh PT Harapan Hibrida Kalbar, maka terhadap lahan perkebunan sawit tersbut TELAH DIKUASAI KEMBALI OLEH PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA c.q. SATGAS PKH.
- Jadi sangat jelas dan tegas, sejak adanya penyitaan oleh SATGAS PKH, maka BUKAN MILIK ATAU PENGUSAAN PT Harapan Hibrida Kalbar !
- Dengan demikian, menurut hukum, jika seandainya, quod non, Para Terdakwa diduga melakukan tindak pidana mengambil buah sawit di lokasi Blok M.33 dan Blok M.34 PT Harapan Hibrida Kalbar Desa Sedau, Kec. Manis Mata, Kab. Ketapang sebagaimana Dakwaan Kesatu, maka BUKAN masuk dalam Hak Guna Usaha PT Harapan Hibrida Kalbar. Tapi MASUK lahan yang dalam penguasaan Pemerintah Republik Indonesia c.q. SATGAS PKH !;
- Demikian juga, jika seandainya, quod non, Para Terdakwa diduga melakukan tindak pidana mengambil buah sawit dimana Para Terdakwa tidak memiliki lahan disekitar Blok M.33 dan Blok M.34 PT Harapan Hibrida Kalbar Desa Sedau, Kec. Manis Mata, Kab. Ketapang serta tidak memiliki atau menanam serta merawat pohon sawit di blok M.33 dan blok M.34 PT Harapan Hibrida Kalbar Desa Sedau, Kec. Manis Mata, Kab. Ketapang, sebagaimana Dakwaan Kedua, maka BUKAN milik PT Harapan Hibrida Kalbar. Tapi MASUK lahan yang dalam penguasaan Pemerintah Republik Indonesia c.q. SATGAS PKH !;
- Jika JPU mendakwa Para Terdakwa oleh karena mengambil buah sawit di lokasi Blok M.33 dan Blok M.34 yang dianggap sebagai masuk HGU PT HHK atau milik PT HHK, maka adalah KELIRU dan SALAH MNEURUT HUKUM. Karena fakta hukumnya adalah lahan YANG TELAH DALAM PENGUASAAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA c.q. SATGAS PKH;
- Jika PT HHK akan mempersoalkan dan meng-claim bahwa lahan perkebunan sawit yang bertempat di Blok M.33 dan Blok M.34 PT Harapan Hibrida Kalbar Desa Sedau, Kec. Manis Mata, Kab. Ketapang, maka harus diuji di pengadilan yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara perdata. BUKAN melaporkan Para Terdakwa sebelumnya ke Keplosian Resor Ketapang dan kemudian dilakukan dakwaan oleh JPU di pengadilan yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana in casu pidana khusus !;
- Berdasarkan uraian di atas, sudah sangat jelas dan tegas bahwa locus delicti yang didugakan kepada Para Terdakwa adalah BUKAN masuk HGU atau milik PT HHK dan harus diuji terlebih dahulu melalui pemeriksaan perkara perdata, yang kini TELAH DALAM PENGUASAAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA c.q. SATGAS PKH;
- Kami perlu menyampaikan ketentuan hukum yang menegaskan bahwa lahan perkebunan sawit atau HGU untuk perkebunan sawit yang berada diatas Kawasan Hutan adalah bertentangan dengan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan UU No.19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No.1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang dan terakhir telah diubah dengan Pasal 36 Lampiran UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (disebut UU Kehutanan);
- Merujuk pada Pasal 1 angka 3 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (disebut UU Kehutanan) bahwa kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Selanjutnya Pasal 8 UU Kehutanan, menyebutkan: Pasal 8 (1) Pemerintah dapat menetapkan kawasan hutan tertentu untuk tujuan khusus. (2) Penetapan kawasan hutan dengan tujuan khusus, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlukan untuk kepentingan umum seperti: a. penelitian dan pengembangan; b. pendidikan dan latihan; dan c. religi dan budaya. I (3) Kawasan hutan dengan tujuan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak mengubah fungsi pokok, kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. Kemudian, Pasal 34 UU Kehutanan menyatakan pengelolaan kawasan hutan untuk tujuan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapat diberikan kepada: a. masyarakat hukum adat, b. lembaga pendidikan, c. lembaga penelitian, d. lembaga sosial dan keagamaan.
- Berdasarkan ketentuan dalam UU Kehutanan di atas, maka kawasan hutan adalah, pertama, ditujukan untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Kedua, Pemerintah dapat menteapkan kawasan hutan untuk tujuan khusus hanya untuk kepentingan umum seperti: a. penelitian dan pengembangan; b. pendidikan dan latihan; dan c. religi dan budaya. Ketiga, pengelolaan kawasan hutan untuk tujuan khusus dapat diberikan kepada: a. masyarakat hukum adat, b. lembaga pendidikan, c. lembaga penelitian, d. lembaga sosial dan keagamaan;
- .Merujuk pada ketentuan dalam UU Kehutanan ditarik kesimpulan hukum bahwa adanya lahan perkebunan sawit atau hak guna usaha untuk perkebunan sawit yang dimiliki atau dikuasai PT HHK TIDAK DAPAT DIBERIKAN ! Hal ini karena PT HHK BUKAN TERMASUK untuk tujuan untuk kepentingan umum seperti: a. penelitian dan pengembangan; b. pendidikan dan latihan; dan c. religi dan budaya. Juga BUKAN TERMASUK a. masyarakat hukum adat, b. lembaga pendidikan, c. lembaga penelitian, d. lembaga sosial dan keagamaan;
- Oleh karena itu, sudah seharusnya menurut hukum, Pengadilan Negeri Ketapang c.q. Majelis Hakim Yang Mulia yang memeriksa, mengadili, dan memutus Surat Dakwaan No. Reg. Perkara : PDM- 146/O.1.13/Eku.2/06/202 yang ditandatangani oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Ketapang JUNIOR WILLEM JOHN LATUMETEN, S. H. tanggal 18 Juni 2025 yang disidangkan dengan Perkara Nomor 390/Pid.Sus/2025/PN Ktp di Pengadilan Negeri Ketapang ini menyatakan tidak berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara a quo;
- Perlu kami sampaikan fakta hukum di sini untuk menegaskan perlu dan pentingnya sebelum pemeriksaan perkara pidana harus terlebih dahulu dituntaskan pemeriksaan perkara perdata-nya.
Ada preseden buruk terkait masalah warga masyarakat adat dengan PT HHK yang diperiksa, diadili, dan diputus di Pengadilan Negeri Ketapang dan pemeriksaan lanjutannya. Yaitu kasus yang menimpa Sdr. Marasyah.
Sdr. Marasyah dkk menyerahkan tanah adat mereka seluas lebih kurang 60,59 Ha (enam puluh koma lima puluh sembilan hektar) yang terletak di Dusun Batu Leman Desa Batu Sedau Kecamatan Manis Mata Kabupaten Ketapang kepada PT HHK dalam Kerjasama KKPA Tahap III. Namun kemudian kerjasama tersebut tidak sesuai kesepakatan dan mereka meminta agar tanah adat yang telah diserahkan dikembalikan oleh PT HHK.
Sampai tahun 2015 tanah adat Sdr. Marasyah dkk tak kunjung dikembalikan.
Malang bagi Sdr. Marasyah ketika pada tahun 2014-2015 memanen buah sawit di tanah adat yang merupakan miliknya yang telah diserahkan kepada PT HHK tapi tidak dikembalikan oleh PT HHK mengakibatkan dihukum pidana penjara selama 2 (dua) tahun berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Ketapang Nomor 113/Pid.Sus-LH/2016/PN Ktp tanggal 12 Agustus 2016 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Pontianak Nomor 89/Pid.Sus-LH/2016/PT PTK tanggal 6 Oktober 2016.
Tapi, aneh bin ajaib, ketika kemudian masalah ini difasilitasi dan dimediasi Komnas HAM RI ternyata PT HHK mengakui bahwa tanah adat tersebut, dimana lokasi Marasyah memanen buah sawit di tanah adat miliknya itu yang mengakibatkan yang bersangkutan dipenjara selama 2 (dua) tahun, adalah milik Sdr. Marasyah dkk.
Dalam Dokumen Kesepakatan Perdamaian Komnas HAM RI Nomor: 002/KP/MD.00.01/II/2024 tanggal 28 Februari 2024 ada Kesepakatan Perdamaian di kantor Sekretariat Komnas HAM Provinsi Kalimantan Barat dengan dilaksanakan pertemuan mediasi guna upaya penyelesaian kasus hak atas kesejahteraan antara 6 (enam) warga Dusun Batu Leman yang diwakili Sdr Marasyah dengan PT Harapan Hibrida Kalbar di Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat.
Kesepakatan terpenting adalah Pihak Kedua (PT HHK) mengembalikan lahan dengan cara mencarikan lahan pengganti berupa lahan kosong seluas 42 Ha (empat puluh dua hektar) kepada Pihak Pertama.
Berdasarkan Kesepakatan Perdamaian tersebut tidak dapat dibantah secara hukum bahwa PT HHK telah mengakui secara hukum bahwa tanah tersebut adalah milik sah Sdr Marasyah dkk. Kedua, PT HHK telah mengakui menerima dan menguasai lahan tanah adat dari Sdr. Marasyah dkk sejak kurun waktu 2004-2006 dan hingga dibuatnya Kesepakatan Perdamaian pada tanggal 28 Februari 2024 belum diserahkan kepada pemiliknya dalam hal ini Sdr. Marsyah dkk.
Pertanyaannya, apakah kita akan mengulang kemungkinan terjadinya proses pengadilan yang, mohon maaf, sesat dari sisi fakta hukum yang sebenarnya? Padahal tujuan pemeriksaan perkara pidana ditujukan untuk mencari kebenaran materiil !
SURAT DAKWAAN TIDAK CERMAT, JELAS, DAN LENGKAP
- Pasal 143 ayat (2) KUHAP menyebutkan bawa penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi:
a. nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka; uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan; - Selanjutnya, Pasal 143 ayat (3) KUHAP menentukan bahwa surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam aPasal 143 ayat (2) huruf b batal demi hukum;
- Dalam Pedoman Pembuatan Surat Dakwaan (Jakarta: Kejaksaan Agung RI, 1985), halaman 12 disebutkan: Yang dimaksudkan dengan cermat adalah: Ketelitian Jaksa Penuntut Umum dalam mempersiapkan surat dakwaan yang didasarkan kepada undang-undang yang berlaku, serta tidak terdapat kekurangan dan atau kekeliruan yang dapat mengkibatkan batalnya surat dakwaan atau tidak dapat dibuktikan, antara lain misalnya: Apakah ada pengaduan dalam hal delik aduan; Apakah penerapan hukum/ketentuan pidananya sudah tepat; Apakah terdakwa dapat dipertanggung jawabkan dalam melakukan tindak pidana tersebut; Apakah tindak pidana tersebut belum atau sudah kadaluarsa; Apakah tindak pidana yang didakwakan tidak nebis in idem;
- Kuffal memaknai kata “cermat” sebagai sikap teliti dari penuntut umum terhadap isi surat dakwaan, terutama yang berkaitan dengan penggunaan dasar aturan hukum untuk menghindari terjadinya kekurangan dan/atau kekeliruan yang akan berakibat pada batalnya surat dakwaan atau unsur-unsur dalam dakwaan yang kemudian tidak berhasil dibuktikan (H.M.A. Kuffal, Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum, Malang: UMM Press, 2004).
Beberapa hal yang dimaksud antara lain sebagai berikut.
- Perlunya surat pengaduan untuk tindak pidana yang menggunakan dasar delik aduan (Pasal 1 angka 25 KUHAP);
- Memastikan apakah tindak pidana yang didakwakan tidak ne bis in idem atau kedaluwarsa;
- Memastikan apakah terdakwa sebagai pelaku tindak pidana dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya;
- Memastikan apakah pasal yang ada dalam peraturan perundang-undangan yang dijadikan dasar dakwaan untuk tindak pidana tersebut sudah tepat dan sesuai dengan persyaratan formil maupun materiil seperti yang terdapat di dalam berkas perkara hasil penyidikan atau tidak;
- Memastikan apakah dalam pemeriksaan penyidikan/pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), tersangka didampingi oleh penasihat hukum atau tidak. (Pasal 56 KUHAP) Selanjutnya, Pedoman Pembuatan Surat Dakwaan yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Agung memberikan pedoman yang dimaksud dengan jelas adalah: Jaksa Penuntut Umum harus mampu merumuskan unsur-unsur dari delik yang didakwakan sekaligus mempadukan dengan uraian perbuatan materil (fakta) yang dilakukan oleh Terdakwa dalam surat dakwaan. Dalam hal ini harus diperhatikan jangan sekali-kali mempadukan dalam uraian dakwaan antara delik yang satu dengan delik yang lain yang unsur-unsurnya berbeda satu sama lain atau uraian dakwaan yang hanya menunjuk pada uraian dakwaan sebelumnya (seperti misalnya menunjuk pada dakwaan pertama) sedangkan unsurnya berbeda, sehingga dakwaan menjadi kabur atau tidak jelas (obscuur libel) yang diancam dengan pembatalan;
- Selanjutnya, Kuffal juga menerangkan pengertian kata “jelas” yang dimaknai sebagai rumusan unsur-unsur delik yang dapat dipadukan dan dijelaskan dalam bentuk uraian fakta perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Hal ini diperlukan agar dapat diketahui bagaimana peran terdakwa dalam melakukan tindak pidana yang didakwakan, apakah sebagai pelaku (dader/pleger), sebagai pelaku peserta (mede dader/pleger), sebagai penggerak (uitlokker), sebagai penyuruh (doen pleger), atau hanya sebagai pembantu (medeplichtige). Seluruh dakwaan perlu dirumuskan secara jelas agar terhindar dari terjadinya kekaburan (obscuur libel);
- Sedangkan yang dimaksud dengan lengkap, Pedoman Pembuatan Surat Dakwaan yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Agung, memberikan pengertian: Uraian surat dakwaan harus mencakup semua unsur-unsur yang ditentukan undang-undang secara lengkap. Jangan sampai terjadi adanya unsure delik yang tidak dirumuskan secara lengkap atau tidak diuraikan perbuatan materilnya secara tegas dalam dakwaan, sehingga berakibat perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana menurut undang-undang.
- Kuffal, kemudian menjelaskan pengertian kata “lengkap” ialah bahwa pada surat dakwaan tidak boleh terdapat unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan yang tidak termuat dalam surat dakwaan tersebut;
- Merujuk pada apa yang telah diuraikan di atas, Surat Dakwaan No. Reg. Perkara : PDM- 146/O.1.13/Eku.2/06/202 yang ditandatangani oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Ketapang JUNIOR WILLEM JOHN LATUMETEN, S. H. tanggal 18 Juni 2025 tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat (2) KUHAP dimana uraian dugaan tindak pidana yang didakwakan kepada Para Terdakwa tidak diuraikan secara secara cermat, jelas dan lengkap;
- .Surat Dakwaan a quo tdak jelas oleh karena dalam uraian dakwaan di satu sisi menyebutkan seseorang yang bernama HENGKI WOKAS ketika JPU menejelaskan awal mula terjadinya dugaan tindak pidana yang didakwakan. JPU menyatakan, “… Terdakwa IV DICKY LASMANA bersama dengan seseorang yang bernama HENGKI WOKAS bersama terdakwa IV CUNTI anak laki-laki dari BISI (Alm) beserta masyarakat dengan jumlah kurang lebih 60 (enam puluh) orang memeriksa lahan tersebut yang mana berlokasi di lahan Blok M.33 dan Blok M.34 PT Harapan Hibrida Kalbar Desa Sedau, Kec. Manis Mata, Kab. Ketapang”; Namun demikian, di sisi lain, dalam Surat Dakwaannya, JPU tidak menjelaskan apa yang dilakukan oleh HENGKI WOKAS sehingga menjadi sebab awal dari adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Para Terdakwa. Jika kemudian terjadi dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Para Terdakwa tidaklah mungkin tidak ada rangkaiannya dengan perbuatan HENGKI WOKAS yang bersama Terdakwa IV DICKY LASMANA, terdakwa CUNTI, dan masyarakat dengan jumlah kurang lebih 60 (enam puluh) orang memeriksa lahan tersebut;
- Selain alasan diatas, Surat Dakwaan a quo tidak jelas juga karena ada pertentangan isi dakwaan dalam menguraikan lokasi atau locus delicti-nya;
- .Dalam uraian dakwaan-nya JPU mengakui surat nomor: S.86/BPKHTL.III/PPKH/PLA.1/2/2025 yang dikeluarkan oleh pihak Kementerian Kehutanan Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan Wilayah III Pontianak yang menerangkan bahwa Dusun Labu Desa Seguling, Dusun Batu Leman, Dusun Batu Sedau terdapat Kawasan Hutan Produksi, yaitu berlokasi di lahan Blok M.33 dan Blok M.34 PT Harapan Hibrida Kalbar Desa Sedau, Kec. Manis Mata, Kab. Ketapang;
- .Akan tetapi di sisi lain, JPU menyatakan bahwa Para Terdakwa diduga melakukan tindak pidana karena lahan Blok M.33 dan Blok M.34 PT Harapan Hibrida Kalbar Desa Sedau, Kec. Manis Mata, Kab. Ketapang tersebut masuk dalam Hak Guna Usaha PT Harapan Hibrida Kalbar atau milik PT Harapan Hibrida Kalbar;
- Uraian dakwaan JPU terkait locus delicti tersebut saling bertentangan dan oleh karenanya merupakan Surat Dakwaan yang kabur atau tidak jelas (obscuur libel); Sebab, sebagaimana Surat Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan Wilayah III Pontianak tanggal 21 Februari 2025 Nomor: S.86/BPKHT.III/PPKH/PLA.1/2/2025 Hal: Telaah Teknis Fungsi Kawasan Hutan a.n. Pemerintah Desa Seguling Kecamatan Manis Mata Kabupaten Ketapang Provinsi Kalimantan Barat,
- bahwa lahan perkebunan sawit di Desa Suak Burung Kecamatan Manis Mata Kabupaten Ketapang terdapat fungsi Hutan Produksi (HP); dan di Desa Batu Sedau Kecamatan Manis Mata Kabupaten Ketapang terdapat fungsi Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK);
- Merujuk Surat Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan Wilayah III Pontianak tanggal 21 Februari 2025 tersebut, Blok M.33 dan Blok M.34 Desa Sedau, Kec. Manis Mata, Kab. Ketapang yang menurut Surat Dakwaan adalah masuk dalam Hak Guna Usaha atau milik PT Harapan Hibrida Kalbar, adalah masuk kedalam Kawasan Hutan dalam hal ini HPK (Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi);
- Merujuk ketentuan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (disebut UU Kehutanan) sebagaimana telah kami uraikan secara jelas dan tegas pada angka III.19 sampai angka III.22 diatas bahwa lahan perkebunan sawit atau hak guna usaha untuk perkebunan sawit yang dimiliki atau dikuasai PT HHK adalah BERTENTANGAN dengan UU Kehutanan terutama Pasal 1 angka 3, Pasal 8, dan Pasal 34;
Berdasarkan dasar dan alasan-alasan diatas, kami memohon agar Pengadilan Negeri Ketapang c.q. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Ketapang yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini berkenan menjatuhkan putusan, sebagai berikut
- Menerima Eksepsi Para Terdakwa untuk seluruhnya;
- Menyatakan Pengadilan Negeri Ketapang tidak berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini;
- Menyatakan Surat Dakwaan No. Reg. Perkara : PDM- 146/O.1.13/Eku.2/06/202 yang ditandatangani oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Ketapang JUNIOR WILLEM JOHN LATUMETEN, S. H. tanggal 18 Juni 2025 adalah batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima;
- Menetapkan pemeriksaan perkara terhadap Para Terdakwa APING dan kawan-kawan sebagaimana Surat Dakwaan No. Reg. Perkara : PDM- 146/O.1.13/Eku.2/06/202 yang ditandatangani oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Ketapang JUNIOR WILLEM JOHN LATUMETEN, S. H. tanggal 18 Juni 2025 tidak dilanjutkan;
- Memulihkan nama baik Para Terdakwa pada keadaan semula;
- Membebankan biaya perkara kepada negara;
ATAU
Apabila Pengadilan Negeri Ketapang c.q. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Ketapang yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).