Liputanaktual.id, Ketapang, Di dalam masyarakat yang beradab, perlindungan terhadap hak asasi manusia dan penegakan hukum merupakan dua pilar penting yang harus dijunjung tinggi. Namun, realitas seringkali menunjukkan bahwa proses penegakan hukum tidak selalu berjalan sebagaimana mestinya.
Kasus pengeroyokan yang terjadi di Desa Periangan, Kecamatan Jelai Hulu, Kabupaten Ketapang pada 12 Juli 2025, menegaskan betapa pentingnya institusi hukum dan advokasi untuk melindungi hak korban. Lembaga Bantuan Hukum Rumah Hukum Indonesia (RHI) mengambil langkah proaktif dengan memberikan pendampingan hukum kepada Masdar, korban pengeroyokan, yang menunjukkan komitmen untuk memastikan keadilan.
Kejadian pengeroyokan yang dialami Masdar melibatkan empat orang pelaku, yaitu LN, R, DH, dan NW. Tindakan kekerasan tersebut tidak hanya menyebabkan luka fisik, tetapi juga dampak psikologis yang mendalam bagi korban dan keluarganya. Segera setelah insiden tersebut, Masdar melaporkan peristiwa itu ke Polsek Jelai Hulu, disertai dengan dua saksi mata yang siap memberikan keterangan. Namun, setidaknya delapan hari setelah laporan diajukan, tidak ada tindak lanjut yang memadai dari pihak kepolisian. Keadaan ini menciptakan rasa cemas dan ketidakpuasan di kalangan korban dan masyarakat sekitar, yang mengharapkan penegakan hukum yang efektif.
Untuk menghadapi situasi ini, LBH RHI, di bawah kuasa Ahmad Upin Ramadan, CPLA, telah mengambil langkah-langkah strategis untuk mendampingi Masdar dalam proses hukum. Dalam hal ini, LBH RHI berperan sebagai mediator antara masyarakat dan aparat penegak hukum, dengan tujuan untuk menyuarakan keadilan dan mempercepat penanganan perkara. Laporan dan permintaan klarifikasi yang akan diajukan kepada Polres Ketapang diharapkan dapat mempercepat proses hukum dan memberikan keadilan kepada korban.
Ahmad Upin Ramadan menekankan bahwa semua bukti dan saksi yang ada sudah cukup kuat untuk menuntut proses hukum yang lebih serius, sehingga tidak ada alasan bagi kepolisian untuk menunda tindakan yang semestinya dilakukan.
Dugaan tindak pidana pengeroyokan ini diatur dalam beberapa pasal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, seperti Pasal 170 dan Pasal 354, yang mengatur mengenai perbuatan kekerasan dan pengeroyokan. Dengan dasar hukum yang jelas, LBH RHI mengingatkan bahwa penegakan hukum seharusnya dilakukan secara objektif dan adil, tanpa diskriminasi, dan dengan memperhatikan hak korban untuk mendapatkan perlindungan serta keadilan.
Lebih jauh, LBH RHI menyatakan kesiapan untuk mengawal proses hukum ini hingga tuntas, baik melalui mediasi, pelaporan ulang ke Polres, maupun melalui gugatan lanjutan jika diperlukan. Hal ini menunjukkan komitmen LBH RHI untuk melindungi hak korban atas keadilan dan rasa aman sebagai warga negara. Dalam sebuah negara hukum, adalah tugas aparat penegak hukum untuk menjalankan amanat undang-undang dengan tegas, dan kehadiran lembaga advokasi seperti LBH RHI menjadi penting sebagai pendorong agar proses hukum berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam konteks ini, kasus Masdar bukan sekadar persoalan pribadi, tetapi mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh sistem peradilan pidana dalam menghormati dan melindungi hak-hak individu. Pengabaian terhadap laporan kekerasan dapat merusak kepercayaan publik terhadap institusi penegakan hukum. Oleh karena itu, adalah tanggung jawab kita semua untuk mendukung upaya-upaya yang dilakukan oleh LBH RHI dan lembaga lainnya dalam menjaga keadilan dan mendorong transparansi serta akuntabilitas dalam proses hukum.