Liputanaktual.id, Pontianak, Kalimantan Barat, Korupsi merupakan salah satu kejahatan serius yang memiliki dampak luas terhadap perekonomian dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi publik. Kasus korupsi sering kali menyentuh lapisan pejabat tinggi dan perusahaan milik negara, yang seharusnya menjadi harapan dalam pembangunan ekonomi. Baru-baru ini, Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat mengumumkan bahwa tiga koruptor yang terlibat dalam kasus pengadaan tanah untuk Bank Kalbar sedang diburu dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat saat dikonfirmasi liputanaktual.id 16/3/2025, membenarkan bahwa ketiga orang tersebut ditetapkan sebagai daftar pencarian orang (DPO). Bagi masyarakat yang mengetahui keberadaan ketiga orang tersebut dapat menyampaikan atau melaporkan kepada pihak kejaksaan tinggi Kalimantan Barat.
Ketiga individu tersebut, Drs. Samsir Ismail, M.M., Drs. Sudirman HMY, M.M., dan M. Faridhan, S.E., M.M., memiliki peran penting dalam proses pengadaan tanah yang menimbulkan kerugian sekitar Rp 30 miliar bagi negara.
Kasus ini berawal dari pengadaan tanah untuk membangun kantor pusat Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Barat. Pada tahun 2015, kegiatan pengadaan tanah dilakukan dengan total harga perolehan mencapai Rp 99,173 miliar untuk luas tanah 7.883 m². Namun, terdapat kelebihan pembayaran yang signifikan, yakni sekitar Rp 30 miliar, hasil dari markup yang dilakukan oleh para pelaku. Hal ini mencederai tata kelola keuangan publik dan menunjukkan adanya penyalahgunaan wewenang oleh pejabat yang berwenang.
Sebelum masuk dalam kategori DPO, pihak Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat telah mengumumkan panggilan terhadap ketiga individu tersebut, yang mencerminkan upaya penegakan hukum untuk tidak memberikan ruang bagi pelaku kejahatan korupsi. Drs. Samsir Ismail, M.M sebagai Direktur Umum saat itu, dan Drs. Sudirman HMY,M.M sebagai Direktur Utama, serta M. Faridhan,SE,M.M yang menjabat sebagai Ketua Panitia Pengadaan, bertanggung jawab atas kelebihan pembayaran yang terjadi dalam proses pengadaan tersebut.
Keterlibatan mereka menunjukkan bahwa korupsi bukan hanya masalah individu, tetapi juga mencerminkan sistem yang perlu diperbaiki. Di hadapan hukum, ketiga pelaku dihadapkan pada tuduhan sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 ayat (1), (2), (3) dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hukum menetapkan bahwa tindakan korupsi yang merugikan negara harus diadili secara tegas dan transparan. Proses hukum ini diharapkan menjadi contoh untuk meningkatkan kesadaran akan konsekuensi dari tindakan korupsi serta untuk mendorong integritas di kalangan pejabat publik.
Kasus korupsi Bank Kalbar ini juga menyiratkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proses pengadaan yang melibatkan anggaran publik. Pengawasan yang ketat serta pelibatan masyarakat dalam mengawasi penggunaan sumber daya publik dapat mencegah praktik-praktik korup./Red